Senin, 29 Desember 2014

PEMARKAH -NYA SEBAGAI REFERENSI DALAM WACANA BAHASA INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kajian wacana dalam bahasa Indonesia selalu berkaitan dengan penggunaan pemarkah tertentu. Salah satu pemarkah yang sering muncul dalam wacana bahasa Indonesia adalah pemarkah –nya.
Dalam tataran wacana, perilaku gramatikal pemarkah –nya dapat merupakan kata ganti orang ketiga tunggal yang disebut pronomina persona ketiga tunggal. Hal tersebut dapat dilihat dari contoh kalimat berikut. (1) Budi sangat kesal karena nasinya dimakan kucing. (2) Abdullah yang menjabat sebagai ketua BEM FKIP Universitas Mataram, mempunyai aturan yang sangat ketat setiap mengadakan rapat. Jika ada yang melanggar, maka harus membayar denda kepadanya. Dari contoh kalimat (1) dan (2) tersebut, dapat dipahami bahwa dalam tataran wacana, pemarkah –nya  berfungsi sebagai pengacu.
Pengacuan dalam wacana disebut referensi. Referensi merupakan penggunaan kata atau frasa untuk menunjuk atau mengacu kata, frasa, atau mungkin juga satuan gramatikal yang lain. Dengan kata lain, referensi dari sebuah kalimat sebenarnya ditentukan oleh si pembicara atau si penulis. Kita sebagai pembaca atau pendengar hanya dapat menerkah apa yang dimaksud (direferensikan) oleh si pembicara atau si penulis. 
Selain sebagai referensi berkategori pronomina persona yang mengacu pada orang yang dibicarakan, pemarkah –nya juga mengacu pada anteseden yang berkategori sebagai nomina. Contoh: (3) OJK (Otoritas Jasa Keuangan) terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. Lembaga itu mulai menjalankan fungsinya untuk mengawasi IKNB dan pasar modal per 1 Januari 2013 serta mengambil alih fungsi pengawasan bank dari Bank Indonesia per 1 Januari 2014. (Kompas, 8 Maret 2014). Pemarkah –nya  pada kata fungsinya dalam wacana (3) tersebut mengacu pada OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang berkategori sebagai nomina.
Fenomena yang lain tentang pemarkah –nya sebagai referensi adalah pemarkah –nya yang acuannya berkategori sebagai kata kerja atau verba. Contoh: (4) Menembak merupakan kegiatan yang memerlukan konsentrasi tinggi agar bisa mengenai sasaran dengan tepat. Setiap orang yang ingin melakukannya dengan baik, maka harus melatih pernafasan serta kesabaran terlebih dahulu. Pemarkah –nya  pada kata melakukannya dalam wacana (4) tersebut mengacu pada kata menembak yang berkategori sebagai kata kerja atau verba.
Selain itu, fenomena yang lain tentang pemarkah –nya sebagai referensi adalah –nya yang mengacu pada sesuatu yang tidak terdapat dalam teks atau acuannya berada di luar teks. Contoh: (5) sebenarnya kedatangan seekor kucing yang kemudian ia beri nama Lora itu, benar-benar telah membuat hidupnya lebih berwarna. Dulu, ia terbiasa duduk-duduk sendirian di ujung tangga menuju gudang sambil bernyanyi-nyanyi kecil atau hafalan surat-surat pendek yang diwajibkan oleh bu ustadzah tanpa teman seorang pun. (Dikutip dari cerpen: Virus Lora). Pemarkah –nya pada kata hidupnya dalam wacana (5) tersebut, mengacu pada sesuatu yang tidak terdapat dalam teks atau acuannya berada di luar teks.
Dari beberapa fenomena pemarkah –nya di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji dan menganalisis lebih lanjut tentang pemarkah –nya dalam wacana bahasa Indonesia. Selain itu, penelitian tentang Pemarkah –nya sebagai Referensi dalam Wacana Bahasa Indonesia, sejauh penelusuran penulis belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian ini juga berimplikasi kepada pembelajaran struktur kebahasaan bahasa Indonesia di sekolah, yaitu pada pembelajaran struktur teks seperti yang tercantum dalam kurikulum 2013.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut.
1.      Bagaimanakah pemarkah –nya sebagai referensi dalam wacana bahasa Indonesia?
2.      Bagaimanakah implikasi pemarkah –nya dalam wacana bahasa Indonesia dengan pembelajaran struktur kebahasaan bahasa Indonesia di sekolah?








1.3  Tujuan Penelitian
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk:
1.      mendeskripsikan pemarkah -nya sebagai referensi dalam wacana bahasa Indonesia.
2.      mendeskripsikan implikasi pemarkah –nya sebagai referensi dalam wacana bahasa Indonesia dengan pembelajaran struktur kebahasaan bahasa Indonesia di sekolah.

1.4  Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini mencakup dua hal, yaitu secara teoritis dan praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu kebahasaan dalam pengembangan teori kebahasaan. Selain itu, diharapkan menjadi sumber informasi tentang pemarkah –nya sebagai referensi dalam struktur kebahasaan serta kaitannya dengan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah.
Manfaat praktis dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangsi pada pembinaan dan pengembangan bahasa. Selain itu, diharapkan menjadi masukan bagi penyusun buku dan sejenisnya.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1  Tinjauan Pustaka
Penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini sudah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu, baik penelitian tentang perilaku lingual, penelitian tentang pemarkah, maupun penelitian tentang wacana bahasa Indonesia. Akan tetapi, penelitian tentang pemarkah ­–nya sebagai referensi dalam wacana bahasa Indonesia, sejauh penelusuran penulis, belum pernah dilakukan sebelumnya. Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain sebagai berikut.
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini dari segi wacana antara lain penelitian yang dilakukan Purwati (2010) Universitas Muhammadiyah Mataram dalam skripsienya yang Berjudul Kohesi Wacana Iklan Undian Berhadiah Media Masa Cetak. Berdasarkan analisis sarana kohesi, baik leksikal maupun gramatikal dan sifatnya dalam wacana iklan undian berhadiah, dapat ditarik simpulan bahwa kekohesifan wacana iklan undian berhadiah diwujudkan oleh beberapa sarana kohesi. Sarana kohesi leksikal yang ditemukan yaitu repetisi, kolokasi, dan hiponim. Adapun sarana kohesi gramatikal yang ditemukan ada tiga, yaitu konjungsi, pronomina, dan elipsis. Sifat relasi dalam wacana iklan undian berhadiah yang ditemukan meliputi relasi koreferensi, koklasifikasi, dan koekstensi.
Pada tahun 2012, Fitrianty dalam skripsinya Universitas Mataram yang berjudul Analisis Referensi dalam Rubrik Tajuk Rencana pada Surat Kabar Kompas (Kajian Wacana Bahasa Indonesia) serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa di SMP. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah dalam wacana tajuk rencana pada surat kabar kompas ditemukan bentuk referensi (acuan) yaitu, referensi pronomina persona, referensi pronomina (pengganti anteseden), referensi demonstrativa, dan referensi komparatif. Sedangkan berdasarkan letak acuannya, referensi dibagi menjadi bentuk endofora dan eksofora. Endofora terbagi atas anafora dan katafora. Dalam penelitian ini juga menyimpulkan bahwa fungsi pengacuan (referensi) dalam wacana tulis ialah sebagai pengganti anteseden (acuan), baik berupa orang/insan maupun hal/benda.
Penelitian yang relevan dari segi penelitian perilaku lingual pemarkah adalah penelitian yang dilakukan oleh Jasmin (2004) Universitas Mataram dalam skripsinya Perilaku Satuan Lingual Ra sebagai Kata Penghubung Dan dalam Bahasa Bima. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa secara gramatikal satuan lingual Ra mempunyai tiga perilaku, yaitu kemampuan berkonstruksi baik dalam frase, kalimat maupun antar kalimat. Sedangkan bentuk perilakunya adalah menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam satuan bahasa (frase dan kalimat). Unsur-unsur itu terdiri dari unsur yang sama jabatannya, yang dihubungkan dengan kata penghubung setara dalam frase atau klausa-klausa endosentrik yang koordinatif atau yang setara.
Penelitian lain tentang perilaku lingual yaitu yang dilakukan oleh Hilmiati (2005) Universitas Mataram, dengan judul Perilaku Sintaksis Konjungsi dalam Bahasa Rempung. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah perilaku sintaksis konjungsi di dalam bahasa Rempung memiliki tiga bentuk, yaitu konjungsi koordinatif sebagai konjungsi yang memiliki status sintaksis yang sama. Bentuk kedua, yaitu konjungsi subordinatif sebagai konjungsi yang memiliki status sintaksis yang tidak sama. Bentuk ketiga, yaitu konjungsi korelatif yang di dalamnya terdapat perbedaan dari dua bentuk konjungsi yang telah disebutkan tersebut. Perbedaannya adalah unsur yang dihubungkan itu terdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh satu kata, frasa atau klausa. Di dalam setiap bentuk perilaku sintaksis konjungsi dalam bahasa Rempung, memiliki bagian masing-masing berdasarkan peranan dan maknanya. Di dalam konjungsi koordinatif terdapat tiga peran, yaitu, konjungsi pemilihan yang ditandai dengan adanya kata ato dan apa pada klausa yang dihubungkan; konjungsi penjumlahan ditandai dengan adanya kata keq ‘dan’ pada klausa yang dihubungkan; konjungsi perlawanan pada kata lagun atau laguq ‘tetapi’. Bentuk kedua yaitu konjungsi subordinatif yang ditandai dengan duabelas hubungan makna, di antaranya, sebab, waktu, perbandingan, syarat, tak bersyarat, pengandaian, harapan, tujuan, isi, lebih, dan akibat. Keduabelas hubungan itu ditandai dengan kata-kata sesuai dengan hubungan yang dijelaskan dalam konjungsi tersebut.
Persamaan penelitian-penelitian di atas dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji tentang teks wacana, seperti penelitian yang dilakukan oleh Purwati dan Fitriyanti; sama-sama mengkaji tentang perilaku lingual, seperti penelitian yang dilakukan oleh Jasmin dan Hilmiati. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian di atas adalah penelitian ini memfokuskan pada analisis pemarkah ­–nya pada tataran wacana yang pada dasarnya berfungsi sebagai pengacu (referensi), dengan tujuan mengetahui kategori acuan dari pemarkah –nya tersebut. Selain itu, sejauh penelusuran peneliti, penelitian ini juga belum pernah diteliti sebelumnya.

2.2  Landasan Teori
Adapun teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.
2.2.1        Pengertian Pemarkah
Kata pemarkah adalah bentuk serapan dalam bahasa Inggris yaitu marker yang berarti penanda. Kata marker ini selanjutnya mengalami penyesuaian pelafalan dalam bahasa Indonesia menjadi markah (Mulyono, 2012:68). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kamisa, 2013:364) menyatakan bahwa markah itu sendiri adalah tanda. Jadi pemarkah adalah penanda bahasa.

2.2.2        Pemarkah –nya
Pemarkah –nya pada dasarnya merupakan morfem terikat. Dikatakan demikian karena bentuk –nya baru mempunyai arti setelah terikat dengan morfem lain. Secara gramatikal ada beberapa morfem yang tidak dapat berdiri sendiri tetapi mempunyai sifat bebas. Morfem-morfem tersebut antara lain: pada, kepada, dari, walaupun, ku, mu, dan nya, (Yasin, 1988:26).  Beberapa morfem tersebut secara gramatikal bersifat bebas (berdiri sendiri), tetapi dalam ucapan atau dalam pemakaian kalimat tidak pernah berdiri sendiri dan tidak memiliki arti sebelum terikat dengan bentuk lain. Oleh karena itu, morfem-morfem tersebut digolongkan dalam bentuk morfem setengah bebas.
Secara gramatikal, pemarkah –nya dapat merupakan pronomina persona yang dipakai untuk mengacu pada orang yang dibicarakan atau disebut dengan pronomina persona ketiga tunggal (Alwi, 2014:256). Contoh: Rudi tak kenal lelah dalam menacari uang, walaupun setiap hari dia bekerja dari pagi sampai malam. Hal itu dilakukannya untuk membiayai keperluan keluarganya. Pemarkah –nya pada kata dilakukannya dalam wacana tersebut berfungsi sebagai kata ganti orang ketiga tunggal atau pronomina persona ketiga tunggal, yang mengacu pada Rudi.
Pemarkah –nya juga berfungsi untuk menyatakan milik atu disebut dengan pronomina posesif. Contoh: Dayat membeli motor. Motornya bermerek yamaha. Pemarkah –nya pada kata motornya dalam wacana tersebut berfungsi untuk menyatakan milik atau pronomina posesif yang mengacu pada Dayat. Pemarkah –nya tersebut memberi makna bahwa motor tersebut miliknya Dayat.
Persona ketiga dalam bentuk –nya juga dipakai untuk mengubah kategori suatu verba menjadi nominal. Bila –nya dilekatkan pada verba, baik verba aktif maupun pasif, verba tersebut berubah kategorinya menjadi nominal, seperti datangnya, perginya, ditundanya, dan tertangkapnya (Alwi dkk, 2014:263).
Persona ketiga –nya juga dipakai untuk subjek dalam kalimat topik-komen. Contoh: (1) rumah kami atapnya bocor. (2) para petani sawahnya diserang hama wereng. Rumah kami dan para petani adalah topik pada kalimat tersebut, sedangkan  atap dan sawah adalah subjek. Dalam kalimat topik-komen seperti ini, subjeknya harus ditandai dengan pronomina –nya. Perlu diperhatikan bahwa –nya ini dipakai untuk topik yang tunggal dan tak bernyawa (rumah), dan jamak bernyawa (para petani).
Dalam wujud –nya, pronomina sering juga dipakai hanya sebagai penanda ketakrifan suatu nomina atau nominal (Alwi dkk, 2014:264). Contoh: (1) kemarin pak Ali membeli mobil. Bannya baru. (2) Tadi pagi pak Harto meninggal dunia. Jenazahnya akan dimakamkan di Jakarta. Kalimat-kalimat tersebut kalau diperhatikan dengan cermat akan tampak bahwa ada perikutan makna. Pada kata mobil mempunyai perikutan makna antara lain, adanya ban, mesin, rem, dan jok. Benda-benda tersebut merupakan bagian wajib dari suatu mobil.
Apabila suatu konsep telah disajikan, bagian wajib dari konsep tersebut harus dianggap takrif. Wujud ketakrifan ini adalah –nya. Karena pada contoh (1) di atas, mobil telah dinyatakan, maka ban yang dianggap bagian wajib dari mobil, harus dianggap takrif. Oleh karena itu, -nya harus dipakai “Bannya baru.” Perikutan makna yang ditandai dengan –nya ini bisa sangat luas. Verba meninggal mengikutsertakan makna adanya jenazah. Oleh karena itu, jenazah harus dianggap takrif dan ditandai dengan –nya seperti pada contoh (2) di atas.
Dalam tataran wacana, pemarkah ­–nya berfungsi sebagai pengacu. Pengacuan dalam wacana disebut referensi. Dalam wacana lisan atau tulisan terdapat berbagai unsur seperti: pelaku perbuatan, penderita, perbuatan, pelengkap perbuatan, perbuatan yang dilakukan oleh pelaku, dan tempat perbuatan. Unsur itu seringkali diulang-ulang untuk mengacu kembali atau untuk memperjelas makna. Oleh karena itu, pemilihan kata serta penempatannya harus benar, sehingga wacana tadi tidak hanya kohesif, tetapi juga koheren. Dengan kata lain, referensinya atau pengacuannya harus jelas. Hal tersebut dapat dilihat dalam contoh berikut.
Rini duduk termenung di halaman parkiran kampus FKIP Universitas Mataram. Wajahnya sayu dan matanya tergenang oleh air mata kepedihan. Kata hinaan dari teman-teman kampusnya telah menyobek-nyobek kepingan hatinya yang makin hari makin menipis.

Pemarkah –nya pada kata wajahnya, matanya, dan hatinya dalam wacana di atas mengacu pada Rini. Hal tersebut menjelaskan bahwa pemarkah –nya dalam wacana berfungsi sebagai pengacu atau disebut dengan referensi.

2.2.3        Kelas Kata
Istilah lain yang biasa dipakai untuk klasifikasi kata adalah penggolongan kata, atau penjenisan kata; dalam peristilahan bahasa Inggris disebut juga part of speech. Para tata bahasawan tradisional menggunakan kriteria makna dan kriteria fungsi. Kriteria makna digunakan untuk mengidentifikasikan kelas verba, nomina, dan adjektifa. Sementara itu, fungsi digunakan untuk mengidentifikasikan preposisi, konjungsi, adverbia, pronomina, dan lain-lainnya (Abdul Chaer, 2007:166).
Dalam hal pemarkah –nya sebagai referensi, klasifikasi kata merupakan kelas-kelas kata atau kategori kata yang menjadi acuan dari pemarkah –nya. Adapun kelas kata atau kategori kata adalah sebagai berikut.
a.       Pronomina
Jika ditinjau dari segi artinya pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain. Nomina perawat dapat diacu dengan pronomina ia atau dia. Bentuk –nya pada Meja itu kakinya tiga, mengaacu ke kata meja. Jika dilihat dari segi fungsinya dapat dikatakan bahwa pronomina menduduki posisi yang umumnya diduduki oleh nomina, seperti subjek, objek, dan predikat. Ciri lain yang dimiliki pronomina ialah bahwa acuannya dapat berpindah-pindah karena bergantung kepada siapa yang menjadi pembicara/penulis, siapa yang menjadi pendengar/pembaca, atau siapa/apa yang dibicarakan (Alwi dkk, 2014:256).
Macam-macam pronomina dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
1.      Pronomina Persona
Pronomina persona adalah ponomina yang dipakai untuk mengacu pada orang. Pronomina persona dapat mengacu pada diri sendiri (pronomina persona pertama), mengacu pada orang yang diajak bicara (pronomina persona kedua), atau mengacu pada orang yang dibicarakan (pronomina persona ketiga) (Alwi, 2014:256).
2.      Pronomina Penunjuk
Pronomina penunjuk dalam bahasa Indonesia ada tiga macam, yaitu (1) pronomina penunjuk umum yang terdiri dari kata ini, itu, dan anu. (2) pronomina penunjuk tempat yang terdiri dari kata sini, situ, atau sana. (3) pronomina penunjuk ikhwal yang terdiri dari kata begini dan begitu (Alwi dkk, 2014:267)
3.      Pronomina Penanya
Pronomina penanya merupakan pronomina yang dipakai sebagai pemarkah pertanyaan, seperti siapa, apa, mana, mengapa, kenapa, kapan, di mana, ke mana, dari mana, bagaimana, dan berapa (Alwi dkk, 2014:272)
4.      Pronomina Kepunyaan (Pronomina Posesif)
Kata ganti kepunyaan adalah segala kata yang menggantikan kata ganti orang dalam kedudukan sebagai pemilik: -ku, -mu, -nya, kami, kamu, mereka. Sebenarnya pembagian ini dalam bahasa Indonesia tidak diperlukan sebab yang disebut kata ganti kepunyaan itu sama saja dengan kata ganti orang dalam fungsinya sebagai pemilik. Dalam fungsinya sebagai pemilik ini, kata-kata tersebut mengambil bentuk-bentuk ringkas dan dirangkaikan saja di belakang kata-kata yang diterangkannya.
Bentuk-bentuk ringkas ini yang diletakkan di belakang sebuah kata disebut enklitis . Bentuk enklitis ini dipakai juga untuk menunjukkan fungsi kata ganti orang, bila kata ganti orang itu menduduki jabatan obyek atau mengikuti suatu kata depan, misalnya padaku, padamu, padanya, bagiku, bagimu, baginya, dan lain-lain. Apabila bentuk-bentuk ringkas itu dirangkaikan di depan sebuah kata disebut proklitis, misalnya kupukul, kaupukul.

b.      Nomina
Nomina, yang sering juga disebut kata benda, dapat dilihat dari tiga segi, yakni segi semantis, segi sintaksis, dan segi bentuk. Dari segi semantis, nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dengan demikian, kata seperti guru, kucing, meja, dan kebangsaan adalah nomina. Dari segi sintaksisnya, nomina mempunyai ciri-ciri tertentu.
1.      Dalam kalimat yang kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek, atau pelengkap.
2.      Nomina tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak. Kata pengingkarnya ialah kata bukan.
3.      Nomina umumnya dapat diikuti oleh adjektiva, baik secara langsung maupun dengan diantarai oleh kata yang.
Nomina dari segi bentuk morfologisnya, nomina terdiri atas dua macam, yakni (1) nomina yang berbentuk kata dasar, yaitu nomina yang hanya terdiri atas satu morfem. (2) Nomina turunan yaitu penurunan nomina yang dilakukan dengan afiksasi, perulangan, atau pemajemukan (Alwi dkk, 2014:221)

c.       Verba
Ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati perilaku semantis, perilaku sintaksis, dan bentuk morfologisnya. Namun, secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama dari adjektiva karena ciri-ciri berikut.
1.      Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat.
2.      Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas.
3.      Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti ‘paling’.
4.      Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan.

d.      Adjektiva
Adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Adjektiva yang memberikan keterangan terhadap nomina itu berfungsi atributif. Keterangan itu dapat mengungkapkan suatu kualitas atau keanggoataan dalam suatu golongan. Contoh kata pemeri kualitas atau keanggotaan dalam suatu golongan itu ialah kecil, berat, merah, bundar, gaib, dan ganda.
Selanjutnya adjektiva juga dapat berfungsi sebagai predikat dan adverbial kalimat. Fungsi predikatif dan adverbial itu dapat mengacu ke suatu keadaan. Adjektiva juga dicirikan oleh kemungkinannya menyatakan tingkat kualitas dan tingkat bandingan acuan nomina yang diterangkannya. Perbedaan tingkat kualitas ditegaskan dengan pemakaian kata seperti sangat dan agak disamping adjektiva. Tingkat bandingan dinyatakan antara lain oleh pemakaian kata lebih dan paling di muka adjektiva (Alwi dkk, 2014:177).

e.       Numeralia
Numeralia atau kata bilangan adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya maujud (orang, binatang, atau barang) dan konsep. Frasa seperti lima hari, setengah abad, orang ketiga, dan beberapa masalah mengandung numeralia, yakni masing-masing lima, setengah, ketiga, dan beberapa.
Pada dasarnya dalam bahasa Indonesia ada dua macam numeralia: (1) numeralia pokok, yang memberi jawab atas pertanyaan “berapa?” dan (2) numeralia tingkat, yang memberi jawab atas pertanyaan “yang keberapa?” Numeralia pokok juga disebut numeralia kardinal, sedangkan numeralia tingkat disebut pula numeralia ordial (Alwi dkk, 2014:281)


f.       Adverbia
Dilihat dari tatarannya, perlu dibedakan adverbia dalam tataran frasa dan adverbia dalam tataran klausa. Dalam tataran frasa, adverbia adalah kata yang menjelaskan verba, adjektiva, atau adverbia lain. Pada contoh berikut terlihat bahwa adverbia sangat menjelaskan verba mencintai, adverbia selalu menjelaskan adjektiva sedih, dan adverbia hampir menjelaskan adverbia selalu.
(1)   a. Ia sangat mencintai istrinya.
b. Ia selalu sedih mendengar lagu itu.
c. Kami hampir selau dimarahinya setiap pagi.
Dalam tataran klausa, adverbia mewatasi atau menjelaskan fungsi-fungsi sintaksis. Umumnya kata atau bagian kalimat yang dijelaskan adverbia itu berfungsi sebagai predikat. Adverbia juga dapat menerangkan kata atau bagian kalimat yang tidak berfungsi sebagai predikat. Itulah sebabnya ada sejumlah adverbia yang selain dapat menerangkan verba, adjektiva, dan adverbia lain, juga dapat menerangkan nomina dan frasa preposisional. Karena pronomina dan numeralia dari segi kategori sangat erat keterkaitannya dengan nomina, maka adverbia pun dapat pula mewatasi atau menjelaskan pronomina dan numeralia.
(2)   a. Guru saja tidak dapat menjawab pertanyaan itu.
b. Ia merokok hampir lima bungkus sehari.
c. Saya mau bertemu dengan beliau saja.
      A. “Kau suka nyanyi?”
      B. “Ya, tapi hanya di kamar mandi.”
Pada contoh di atas, adverbia saja menjelaskan guru yang berfungsi sebagai subjek; adverbia hampir menjelaskan lima bungkus yang berfungsi sebagai objek; adverbia saja menjelaskan dengan beliau yang berfungsi sebagai pelengkap; sedangkan di kamar mandi, yang merupakan keterangan, dijelaskan oleh adverbia hanya. Kalau dilihat dari segi kategorinya, guru merupakan nomina, lima bungkus frasa numeralia, sedangkan dengan beliau dan di kamar mandi merupakan frasa preposisional. Dengan demikian, yang dapat dijadikan patokan sebagai ciri adverbia tidak hanya fungsi kata atau bagian kalimat yang diterangkannya tetapi juga kategorinya (Alwi dkk, 2014:203).

g.      Preposisi
Jika ditinjau dari perilaku semantisnya, preposisi yang juga disebut kata depan, menandai berbagai hubungan makna antara konstituen di depan preposisi tersebut dengan konstituen di belakangnya. Dalam frasa pergi ke pasar, misalnya, preposisi ke menyatakan hubungan makna arah antara pergi dan pasar.
Jika ditinjau dari perilaku sintaksisnya, preposisi berada di depan nomina, adjektiva, atau adverbia sehingga terbentuk frasa yang dinamakan frasa preposisional. Dengan demikian, dapat terbentuk frasa preposisional seperti ke pasar, sampai penuh, dan dengan segera.
Jika ditinjau dari segi bentuknya, preposisi ada dua macam, yaitu preposisi tunggal dan preposisi gabungan. Preposisi tunggal adalah preposisi yang hanya terdiri atas satu kata, misalnya di, ke, dari, dan pada. Sedangkan preposisi gabungan merupakan preposisi yang berdampingan, misalnya daripada, kepada, oleh karena, oleh sebab, sampai ke, sampai dengan, dan selain dari. (Alwi dkk, 2014:294)

h.      Konjungtor
Konjungtor atau kata sambung adalah kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa. Macam-macam kata sambung antara lain: dan, atau, serta, sedangkan, kalau, meskipun, dan walaupun (Alwi dkk, 2014:302).

i.        Interjeksi
Interjeksi atau kata seru adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati pembicara. Untuk memperkuat rasa hati sperti rasa kagum, sedih, heran, kesal, kaget, jijik, dan lain-lain. Beberapa contoh interjeksi antara lain: brengsek, sialan, astaga, asyik, hai, aduh, dan halo (Alwi dkk, 2014:309).

j.        Artikula
Artikula adalah kata tugas yang membatasi makna nomina. Dalam bahasa Indonesia ada kelompok artikula: (1) yang bersifat gelar, seperti sang, sri, hang, dan dang. (2) yang mengacu ke makna kelompok, seperi para guru, para petani, dan para ilmuan. (3) yang menominalkan, seperti si pada si miskin, si hitam, si Ali, si terdakwa, dan lain-lain. (Alwi dkk, 2014:311)
k.      Partikel Penegas
Kategori partikel penegas meliputi kata yang tidak tertakluk pada perubahan bentuk dan hanya berfungsi menampilkan unsur yang diiringinya. Ada empat macam partikel penegas: -kah, -lah, -tah, dan pun. Tiga yang pertama merupakan klitika, sedangkan yang keempat tidak (Alwi dkk, 2014:313)

2.2.4        Wacana
Banyak orang menduga bahwa satuan bahasa yang terlengkap adalah kalimat. Dugaan itu tentu saja tidak benar sebab sebuah kalimat bagaimanapun bentuknya pasti menjadi bagian dari sebuah wacana, baik wacana lisan maupun wacana tertulis. Sebuah wacana utuh merupakan suatu gambaran hasil kemampuan seseorang (penyusunnya) dalam berbahasa.
Alwi (2014:41) menjelaskan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Rentetan kalimat dapat membentuk wacana karena dari rentetan itu terbentuk suatu makna yang serasi.
Pemahaman bahwa wacana merupakan suatu bahasa yang terlengkap dan merupakan satuan tertinggi dalam suatu hierarki gramatikal, adalah pemahaman yang berasal dari pernyataan, wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat, frase bahkan kata yang membawa amanat yang lengkap. (Kridalaksana, 2001 dalam Fitrianty, 2012:8).
(Badudu, 2000 dalam Fitrianty, 2012:8) mengatakan bahwa wacana merupakan rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lainnya, membentuk satu kesatuan sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat tersebut, kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal serta akhir yang nyata, disampaikan secara lisan maupun tulisan.
Menurut (Alex Sobur, 2007 dalam Fitrianty, 2012), menyatakan bahwa wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.
Pendapat para ahli bahasa tentang wacana mengingatkan kita pada pemahaman bahwa wacana adalah: (1) perkataan, ucapan, tutur yang merupakan satu kesatuan; (2) keseluruhan tutur. Dalam hal ini, wacana digambarkan wujudnya dengan keseluruhan tutur yang menggambarkan muatan makna (semantik) yang didukung wacana. Bila kita menyimak pendapat Edmonson di dalam Spoken Discourse: A Model for Analysis (1981), wacana adalah satu peristiwa yang terstruktur diwujudkan di dalam perilaku linguistik (bahasa) atau yang lainnya (Edmonson, 1981:4 dalam Djajasudarma, 1994:2). Di sini wacana terikat dengan peristiwa yang terstruktur, dan lebih jauh dijelaskan pula bahwa teks adalah urutan-urutan ekspresi linguistik yang terstruktur membentuk keseluruhan yang padu uniter. Dengan demikian, di dalam hal ini penulis wacana membedakan wacana yang terikat peristiwa (urutan ekspresi linguistik yang membentuk keseluruhan yang padu (uniter) dari teks terstruktur. (Djajasudarma, 1994:3).
Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis ini dapat berupa ucapan lisan dan dapat juga berupa tulisan, tetapi persyaratannya harus dalam satu rangkaian dan dibentuk oleh lebih dari sebuah kalimat.

2.2.5        Referensi ( Endofora dan Eksofora )
Secara tradisional referensi berarti hubungan antara kata dengan benda. Kata buku mempunyai referensi (tunjukan) kepada sekumpulan kertas yang terjilid untuk ditulis atau dibaca.
Pada analisis wacana referensi itu dianggap sebagai tindak tanduk dari pembicara atau si penulis. Dengan kata lain, referensi dari sebuah kalimat sebenarnya ditentukan oleh si pembicara atau si penulis. Kita sebagai pembaca atau pendengar hanya dapat menerka apa yang dimaksud (direferensikan) oleh si pembaca atau si penulis.
Djajasudarma (1994:51) mengemukakan bahwa secara trdisional, referensi merupakan hubungan antara kata dan benda, tetapi lebih lanjut dikatakan sebagai hubungan bahasa dengan dunia. Ada pula yang menyatakan referensi adalah hubungan bahasa dengan dunia tanpa memperhatikan pemakai bahasa. Pernyataan demikian dianggap tidak berterima karena pemakai bahasa (pembicara) adalah penutur ujaran yang paling tahu referensi bahasa yang diujarkan.
Adapun menurut Ramlan (1993:12) dalam Fitriyanti (2012) yang dimaksud referensi (penunjukan) adalah penggunaan kata atau frasa untuk menunjuk atau mengacu kata, frasa, atau mungkin juga satuan gramatikal yang lain. Dengan demikian dalam penunjukan terdapat dua unsur, yaitu unsur penunjuk dan unsur petunjuk. Kedua unsur itu haruslah mengacu pada referen yang sama.
Referensi dalam analisis wacana dapat berupa endofora (anafora dan katafora) dan eksofora. Endofora bersifat tekstual, referensi (acuan) ada di dalam teks, sedangkan eksofora bersifat situasional (acuan atau referensi di luar teks). Endofora terbagai atas anafora dan katafora berdasarkan posisi (distribusi) acuannya (referensinya). Anafora merujuk silang pada unsur yang disebutkan terdahulu; katafora merujuk silang pada unsur yang disebutkan kemudian (Djajasudarma, 1994:51).
Alwi (2014:43) menjelaskan bahwa anafora adalah peranti dalam bahasa untuk membuat rujuk silang dengan hal atau kata yang telah dinyatakan sebelumnya. Peranti itu dapat berupa kata ganti persona seperti dia, mereka, nomina tertentu, konjungsi, keterangan waktu, alat, dan cara. Kebalikan dari anafora adalah katafora, yakni rujuk silang terhadap anteseden yang ada dibelakangnya.
Lebih lanjut ditegaskan bahwa berdasarkan tempatnya, apakah acuan itu berada di dalam teks atau di luar teks, maka pengacuan dibedakan menjadi dua jenis: (1) pengacuan endofora apabila acuannya (satuan yang diacu) berada atau terdapat dalam teks, dan (2) pengacuan eksofora apabila acuannya berada atau terdapat di luar teks wacana. (lihat bagan I)
Pemarkah ­–nya sebagai referensi eksofora ditentukan oleh peran konteks. Konteks wacana merupakan teks-teks pendamping teks yang ada. Kata-kata diterangkan oleh konteksnya maka interpretasi terhadap tuturan di dalam sebuah teks diterangkan oleh tuturan sebelumnya (Lubis, 1991:94).

Bagan I. Jenis Referensi Berdasarkan Letak Acuannya


 







 (Sumber : Djajasudarma, 1994:54)
Jenis pengacuan yang pertama, berdasarkan arah pengacuannya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pengacuan anaforis (anaphoric reference) dan pengacuan kataforis (cataphoric reference). Pengacuan anaforis adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual yang lain yang mendahuluinya, atau mengacu ateseden sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebut terdahulu. Sementara itu, pengacuan kataforis merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mengikutinya, atau mengacu ateseden di sebelah kanan, atau mengacu pada unsur yang baru disebutkan kemudian.
Pengacuan atau referensi juga merupakan fungsi dari pemarkah –nya dalam sebuah wacana. Dalam fungsinya, pemarkah -nya mempunyai acuan yang berupa nama insan. Hal tersebut dapat dilihat dalam contoh berikut: Dalam dakwaan disebutkan Budi Mulya melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan terkait fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) untuk Bank Century dan penetapan bank itu sebagai bank gagal yang berdampak sistemik. Khusus mengenai pemberian FPJP, hal itu dilaksanakannya antara lain bersama-sama pejabat BI saat itu, seperti Gubernur BI Budiono, Deputi Senior BI Miranda S Goeltom, dan Deputi Gubernur BI Bidang 7 Siti C Fadjrijah. (Kompas, 8 Maret 2014). Pemarkah –nya pada kata dilaksanakannya dalam wacana tersebut mengacu pada Budi Mulya  yang merupakan nama insan.
Selain itu, pemarkah –nya sebagai referensi dalam wacana bahasa Indonesia mempunyai acuan yang berkategori nomina berupa nama lembaga. Contoh: Unram didemo oleh beberapa mahasiswa terkait kebijakan penutupan beberapa jalan keluar masuk kampus. Menanggapi hal tersebut, pihaknya memberikan alasan bahwa hal itu dilakukan demi keamanan kampus. Pemarkah –nya pada kata pihaknya dalam wacana tersebut mengacu pada kata Unram yang berkategori sebagai nomina berupa nama lembaga.

2.2.6        Pembelajaran Struktur Kebahasaan
Pengajaran kebahasaan adalah salah satu aspek pembelajaran bahasa Indonesia yang meliputi struktur kata, bentuk-bentuk kata, cara pembentukan kata, susunan kata dalam kelompok kata dalam klausa dan dalam kalimat, serta seluk beluk dalam kalimat. Tujuan pengajaran kebahasaan adalah agar siswa memahami struktur dasar bahasa serta dapat menerapkannya dalam kalimat, baik secara lisan maupun tulisan dalam kehidupan sehari-hari. (http://juprimalino.blogspot.com/2011/12/teknik-pengajaran-kebahasaan-belajar.html)
Pengajaran kebahasaan tidak boleh berhenti pada pemahaman teori atau struktur dasar bahasa saja, tetapi harus dilanjutkan sampai keterampilan menggunakan struktur itu. Mereka harus diberi kesempatan luas bagaimana menggunakan bahasa. Siswa belajar memahami makna kata serta penggunaannya dalam kalimat. Jadi, siswa diberi kesempatan mempelajari aturan bahasa dan penerapan aturan itu dalam kegiatan berbahasa.
Melalui pengajaran kebahasaan guru dapat mengarahkan siswanya dengan tujuan sebagai berikut.
1)      Memahami konsep struktur dasar bahasa Indonesia,
2)      Dapat membentuk kata, kelompok kata, klausa, dan kalimat,
3)      Dapat menerapkan struktur dasar bahasa dalam kalimat baik secara lisan maupun tulisan,
4)      Dapat menerapkan struktur bahasa tersebut dalam penggunaan bahasa sebagai alat berkomunikasi.
Sementara itu, dalam kurikulum 2013, Pembelajaran struktur kebahasaan bahasa Indonesia sama halnya dengan pembelajaran struktur teks. Satuan bahasa yang mengandung makna, pikiran, dan gagasan lengkap adalah teks. Teks tidak selalu berwujud bahasa tulis, sebagaimana lazim dipahami, misalnya teks Pancasila yang sering dibacakan pada saat upacara. Teks dapat berwujud teks tulis maupun teks lisan. Teks itu sendiri memiliki dua unsur utama yang harus dimiliki.
Pertama, yaitu konteks situasi penggunaan bahasa yang di dalamnya ada register yang melatarbelakangi lahirnya teks, seperti adanya sesuatu (pesan, pikiran, gagasan, ide) yang hendak disampaikan (field), sasaran atau kepada siapa pesan, pikiran, gagasan, atau ide itu disampaikan (tenor), dan dalam format bahasa yang bagaimana pesan, pikiran, gagasan, atau ide itu dikemas (mode). Terkait dengan format bahasa tersebut, teks dapat berupa deskripsi, prosedural, naratif, cerita petualangan, anekdot, dan lain-lain.
Unsur kedua, yaitu konteks situasi yang di dalamnya ada konsteks sosial dan konteks budaya masyarakat tutur bahasa yang menjadi tempat teks tersebut diproduksi. Terdapat perbedaan antara satu jenis teks tertentu dengan jenis teks lainnya. Perbedaan dapat terjadi, misalnya pada struktur teks itu sendiri. Sebagai contoh, teks tanggapan deskripstif dengan teks eksplanasi berbeda strukturnya meskipun kedua teks tersebut termasuk ke dalam kategori jenis teks faktual. Jika pada teks tanggapan deskriptif strukturnya terdiri atas identifikasi, klasifikasi/definisi, dan deskripsi bagian, sedangkan teks eksplanasi adalah pernyataan umum, deretan penjelas, dan interpretasi. Begitu pula kedua jenis teks tersebut berbeda dengan teks cerita pendek (naratif). Teks ini, di samping jenisnya berbeda dengan kedua jenis teks di atas, yaitu masuk dalam kategori teks jenis sastra, juga strukturnya berbeda, yaitu terdiri atas orientasi (kapan, siapa, dan di mana), komplikasi (masalah apa yang terjadi dan mengapa terjadi), dan resolusi.
Struktur teks membentuk struktur berpikir sehingga setiap penguasaan jenis teks tertentu siswa akan memiliki kemampuan berpikir sesuai dengan struktur teks yang dikuasainya. Dengan berbagai macam teks yang sudah dikuasainya, berarti siswa akan mampu memiliki berbagai struktur berpikir, bahkan satu topik tertentu dapat disajikan dalam jenis teks yang berbeda dan tentunya dengan struktur berpikir yang berbeda.



BAB III
METODE PENELITIAN

Pada bab ini dipaparkan secara berurutan sumber data, metode pengumpulan data, metode analisis data dan metode pemaparan hasil analisis data.

3.1  Sumber Data
Dalam penelitian ini, data yang diambil adalah penggalan wacana tulis dalam koran Kompas edisi Sabtu 8 Maret 2014, Kompas edisi Jumat 13 Juni 2014, Kompas edisi Sabtu 14 Juni 2014, Lombok Post edisi Minggu 2 Maret 2014, dan Lombok Post edisi Selasa 12 Agustus 2014. Penggalan teks wacana yang dijadikan data merupakan penggalan wacana yang memuat pemarkah –nya yang dikutip secara acak dari berbagai macam kolom dalam koran, seperti kolom politik dan hukum, kolom olahraga, kolom kriminalitas, kolom pendidikan dan kebudayaan, kolom ekonomi, kolom iklan, dan kolom opini.

3.2  Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini bersifat kualitatif. Oleh karena itu sebuah penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif berupa pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen (Moleong, 2012:9). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu analisis konten atau analisis isi. Penelitian memfokuskan pada level micro berupa kata. Kemudian, peneliti mencari data. Apabila datanya telah terkumpul lalu diklasifikasikan menjadi data kualitatif yang dinyatakan dalam kata-kata. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.      Metode Observasi
Bungin (dalam Satori, 2012:105) mengemukakan bahwa observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan. Pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh indra (Arikunto, 2006: 156).
Di dalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi observasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap. (Arikunto, 2006: 156)
Berdasarkan bentuk penelitian, pengumpulan data dilakukan dengan mengamati teks-teks wacana pada koran. Dalam hal ini pengamatan dengan membaca wacana dalam koran tersebut dapat mendukung dalam menemukan kemunculan pemarkah –nya yang akan diteliti. Apabila wacana yang mengandung pemarkah –nya telah ditemukan, kemudian dikutip untuk dijadikan data.
2.      Metode Dokumentasi
Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. (Arikunto, 2006:231)
Metode dokumentasi digunakan peneliti untuk menyelidiki benda-benda tertulis yang dalam hal ini berupa teks. Pendokumentasian dilakukan khusus pada teks wacana dalam koran yang memuat pemarkah –nya. Teks wacana yang memuat pemarkah –nya  tersebut kemudian dikutip untuk dijadikan data.

3.3  Metode Analisis Data                                  
Metode analisis data yang digunakan adalah metode agih. Metode agih adalah metode analisis data kebahasaan yang alat penentunya adalah bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993:15). Teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik ganti (substitusi), yaitu teknik analisis yang berupa penggantian unsur satuan lingual data. Dalam teknik ini unsur manapun yang diganti, unsur itu selalu merupakan unsur yang justru sedang menjadi pokok perhatian dalam analisis (Sudaryanto, 1993: 48).
Kegunaan teknik ganti adalah untuk mengetahui kadar kesamaan kelas atau kategori unsur terganti dengan unsur penganti. Jika dapat digantikan berarti kedua unsur tersebut berada dalam kelas atau kategori yang sama. Makin banyak kemungkinan penggantian unsur yang sama dalam berbagai satuan lingual, makin tinggi kadar kesamaannya, dan hal tersebut membentuk kemungkinan bahwa unsur yang dapat saling menggantikan itu dalam kelas yang sama (Sudaryanto, 1993: 49).
Analisis data penelitian ini akan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1.      Mengumpulkan sumber data yang akan diteliti yaitu dari koran.
2.      Membaca sumber data untuk mencari data yang akan diteliti yaitu berupa penggalan teks wacana yang memuat pemarkah –nya.
3.      Mengklasifikasi data berdasarkan kategori acuan serta letak acuannya.
4.      Menggunakan teknik substitusi untuk menguji kategori acuan pemarkah –nya dalam suatu wacana dengan cara mensubstitusikan pemarkah –nya dalam wacana tersebut dengan kata atau teks yang dianggap sebagai acuannya.
5.      Membuat suatu pertanyaan, apabila kata atau teks yang dianggap menjadi acuan dari pemarkah –nya yang diteliti bisa menjadi jawaban dari pertanyaan tersebut, maka dapat disimpulkan kata tersebut merupakan acuan dari pemarkah –nya yang diteliti.
6.      Menyimpulkan hasil analisis

3.4  Metode Pemaparan Hasil Analisis Data
Hasil analisis yang berupa kaidah-kaidah dapat disajikan melalui dua cara, yaitu (a) perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa, (b) perumusan dengan menggunakan tanda-tanda atau lambang-lambang. Kedua cara ini disebut dengan metode informal dan metode formal (Mahsun, 2013:224). Dalam penelitian ini yang digunakan adalah metode informal, yaitu pemaparan atau penyajian hasil analisis yang dituangkan dalam bentuk kata-kata.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1  Pemarkah –nya sebagai Referensi dalam Wacana Bahasa Indonesia
Pemarkah –nya sebagai referensi dalam wacana bahasa Indonesia dapat dilihat dari dua aspek, yaitu: (1) pemarkah –nya berdasarkan kategori acuannya, yang terdiri dari pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berupa kata dan pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berupa teks. (2) Pemarkah –nya berdasarkan letak acuannya, yang terdiri dari pemarkah –nya sebagai referensi anteseden endoforis dan pemarkah –nya sebagai referensi anteseden eksoforis.

4.1.1 Pemarkah –nya Berdasarkan Kategori Acuannya.
Pemarkah –nya sebagai referensi dalam wacana bahasa Indonesia mempunyai acuan dengan kategori yang berbeda, yaitu acuannya yang berupa kata dan acuannya yang berupa teks. Uraian tentang pemarkah –nya berdasarkan kategori acuannya dalam wacana bahasa Indonesia adalah berikut ini.
a.      Pemarkah –nya sebagai Referensi Anteseden Berupa Kata
Pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berupa kata yaitu pemarkah –nya yang acuannya berupa kata, seperti kata yang merupakan nama insan, kata yang berkategori nomina, dan kata yang berkategori verba.
1.      Pemarkah –nya sebagai Referensi Anteseden Berupa Nama insan
Berikut analisis pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berupa nama insan.
(1)   Pada senin (9/6), Bernadinus Jamang dibunuh dengan sebuah anak panah tertancap di dadanya di daerah Kwamki Lama, sekitar pukul 02.20 WIT. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(2)   Selang 11 jam kemudian, seorang warga bernama Dim Murip tewas akibat dikapak pada bagian kepalanya di Jalan Sosial, Kelurahan Kwamki. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(3)   Taktik Hodgson adalah menyiapkan para pemainnya untuk berada lebih dekat dengan gelandang Juventus itu. “Sangat penting bagi kami untuk tidak memberi dia waktu dan ruang yang banyak,” papar kapten timnas Inggris, Steven Gerrard, tentang peran Pirlo di tim Italia. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(4)   Hasan meninggal saat dalam perawatan di rumah sakit. Dia menderita luka parah dan tubuhnya terjepit di bodi bus. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014).

(5)   Nur Ainah (4), jumat (13/6), tewas diduga dianiaya ayahnya, Tarmizi (31). Insiden itu terjadi di rumahnya di kawasan Tiban, Kota Batam, Kepulauan Riau. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(6)   “…., berbicara dalam logat Jawa yang natural, menembang dengan alami. Untuk itu saya belajar pada ibunya Ossa Aji Santoso (pemeran Dahlan kecil) dan juga latihan sendiri di rumah,”ungkap Kinar yang berperan sebagai ibunya Dahlan. (Kompas, Sabtu, 8 Maret 2014)

(7)   Untuk membuktikan kemampuannya, Kinar menembang satu bait lagu sesaat seusai peluncuran film “Sepatu Dahlan” di ajang Islamic Book Fair, Jumat (7/3). …. (Kompas, Sabtu, 8 Maret 2014)

(8)   “Ibunya caca pengen ke sana (apartemen Caca di Puri Casablanca). Soalnya, anak-anak (adik-adik Caca, Red) juga bilang kan tiap tahun ngerayain bareng. Mereka ngajak ke sana.” Ujar Lia saat menjemput Riyanti di Jalan Lembang, Menteng, Jakarta Pusat. (Lombok Post, Selasa, 12 Agustus 2014).

(9)   Dalam kesaksiannya Akil juga sempat mengatakan, Atut mengutus Wawan untuk mengurus sengketa Pilkada di MK. (Kompas, Jumat, 13 Juni 2014)

(10)    Tentang aktivitas sehari-harinya kini, Maribeth tetap menyanyi meski sebatas jika ada kumpul-kumpul dengan komunitasnya. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

Dari contoh wacana (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8), (9), dan (10) tersebut ditunjukan bahwa pemarkah –nya sebagai referensi mempunyai anteseden yang berupa nama insan. Hal tersebut terlihat jelas bahwa acuan dari pemarkah –nya dalam wacana-wacana tersebut berupa nama insan, seperti pada: wacana (1) yaitu pemarkah –nya pada kata “dadanya” mengacu pada anteseden “Bernadius Jamang” yang merupakan nama insan, wacana (2) yaitu pemarkah –nya pada kata “kepalanya” mengacu pada anteseden “Dim Murip” yang merupakan nama insan, wacana (3) yaitu pemarkah –nya pada kata “pemainnya mengacu pada anteseden “Hodgson” yang merupakan nama insan, wacana (4) yaitu pemarkah –nya pada kata “tubuhnya mengacu pada anteseden “Hasan” yang merupakan nama insan, wacana (5) yaitu pemarkah –nya pada kata “ayahnya mengacu pada anteseden “Nur Ainah” yang merupakan nama insan, wacana (6) yaitu pemarkah –nya pada kata “ibunyamengacu pada anteseden “Ossa Aji Santoso” yang merupakan nama insan, wacana (7) yaitu pemarkah –nya pada kata “kemampuannya mengacu pada anteseden “Kinar” yang merupakan nama insan, wacana (8) yaitu pemarkah –nya pada kata Ibunya mengacu pada anteseden “Caca” yang merupakan nama insan, wacana (9) yaitu pemarkah –nya pada kata kesaksiannya mengacu pada anteseden “Akil” yang merupakan nama insan, dan wacana (10) yaitu pemarkah –nya pada kata sehari-harinya mengacu pada anteseden “Maribeth” yang merupakan nama insan.

2.      Pemarkah –nya sebagai Referensi Anteseden Berkategori Nomina.
Kata benda atau nomina adalah nama benda atau segala sesuatu yang dibendakan. Nomina juga merupakan kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Berikut analisis pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berkategori nomina.
(11)    Tidak ingin buruannya lepas, petugas langsung menghadang dan membekuknya. (Lombok Post, Selasa, 12 Agustus 2014)

(12)    Melihat gerak-gerik mencurigakan, petugas terus mengawasi pelaku. Tak lama kemudian, pelaku meninggalkan kebun dengan membawa barang yang diduga sabu di tangannya. Polisi pun membuntuti dari belakang. (Lombok Post, Selasa, 12 Agustus 2014).

(13)    .... Bahagianya seorang guru jika melihat anak muridnya berhasil. Jadi, buat para rekan-rekan seprofesi, mari kita meningkatkan disiplin dalam hal mengajar ..... (Lombok Post, Minggu, 2 Maret 2014)

(14)    Kekecewaan Kroasia bertambah saat gol mereka pada menit ke-82 dianulir oleh Nishimura. Ivica Olic dinilai melanggar kiper Brasil, Julio Cesar, sebelum bola bergulir ke luar kotak pinalti, ditendang pemain Kroasia lainnya dan menjadi gol. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(15)    Burung besi bermesin baling-baling tunggal tiba-tiba bergetar saat melewati gumpalan awan. Sepuluh penumpang di dalamnya pun berdoa, tampak dari mulut mereka yang komat-kamit. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)
(16)    Hanya satu maskapai yang melayani penerbangan ke Simeulue dengan rute Bandara Kualanamu-Bandara Lasikin, Simeulue. Jadwal penerbangannya tiga kali sehari dengan pesawat berkapasitas 12 penumpang. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(17)    Untuk transportasi laut, jadwal feri dari Pelabuhan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan, ke Pelabuhan Kuta Baru, Simelue, hanya tiga kali seminggu. Harga tiket per orang Rp 75.000. Waktu tempuhnya sekitar delapan jam. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(18)    Oleh karena jauh dari keluarga dan jenuh bekerja pada proyek bangunan, Sunyadi kembali ke Palangkaraya. Ia kembali bertani. “Waktu itu ada bantuan material kapur dua ton per keluarga. Kapur itu kami manfaatkan untuk menetralkan kelembaban tanah meski umumnya tetangga menggunakannya untuk menimbun jalan.” Cerita dia. (Kompas, Jumat, 13 Juni 2014)

(19)    Osdar rasanya adalah satu dari segelintir wartawan yang memiliki otoritas kuat untuk memotret kehidupan istana dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Ia bertugas meliput di istana sejak Presiden Soeharto muda hingga era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakhiri periode keduanya. (Kompas, Sabtu, 8 Maret 2014)

(20)    Di sisi budaya, Simeulue merupakan tempat bertemunya beragam etnis, seperti Melayu, Padang, Aceh, Gayo, dan Jawa. (Kompas, Sabtu, 8 Maret 2014)

(21)    Aliran dance yang akan dibawakan tim SMANSIX didominasi oleh gerakan hip-hop. Dengan adanya gerakan tarian dangdut, tentu akan membuat mereka menjadi tim yang berbeda. (Lombok Post, Selasa, 12 Agustus 2014).

(22)    Setelah tersingkir pada perempat final Piala Dunia 1954 Swiss, Brasil menjuarai dua perhelatan berikutnya, yakni Swedia 1958 dan Cile 1962. Diselingi satu kegagalan di Inggris 1966, Brasil tampil lagi sebagai juara di Meksiko 1970. (Kompas, Jumat, 13 Juni 2014).

Dari contoh wacana (11), (12), (13), (14), (15), (16), (17), (18), (19), (20), (21), dan (22) tersebut ditunjukan bahwa pemarkah –nya sebagai referensi mempunyai anteseden berkategori nomina. Hal tersebut terlihat bahwa acuan dari pemarkah –nya dalam wacana-wacana tersebut berkategoi sebagai nomina, seperti pada: wacana (11) yaitu pemarkah –nya pada kata “buruannya” mengacu pada anteseden “petugas” yang berkategori nomina, wacana (12) yaitu pemarkah –nya pada kata “tangannya” mengacu pada anteseden “pelaku” yang berkategori nomina, wacana (13) yaitu pemarkah –nya pada kata “muridnyamengacu pada anteseden “guru” yang berkategori nomina, wacana (14) yaitu pemarkah –nya  pada kata “lainnya mengacu pada anteseden “pemain Kroasia” yang berkategori nomina, wacana (15) yaitu pemarkah –nya  pada kata “di dalamnya mengacu pada anteseden “burung besi/pesawat” yang berkategori nomina, wacana (16) yaitu pemarkah –nya pada kata “penerbangannyamengacu pada anteseden “maskapai” yang berkategori nomina, wacana (17) yaitu pemarkah –nya pada kata “tempuhnya mengacu pada anteseden “kapal feri” yang berkategori nomina, wacana (18) yaitu pemarkah –nya pada kata “menggunakannya mengacu pada anteseden “kapur” yang berkategori nomina, wacana (19) yaitu pemarkah –nya pada kata “di dalamnya mengacu pada anteseden “istana” yang berkategori nomina, wacana (20) yaitu pemarkah –nya pada kata “bertemunya mengacu pada anteseden “beragam etnis” yang berkategori nomina, wacana (21) yaitu pemarkah –nya pada kata “adanya mengacu pada anteseden “gerakan tarian dangdut” yang berkategori nomina, dan wacana (22) yaitu pemarkah –nya pada kata “berikutnya mengacu pada anteseden “perhelatan” yang berkategori nomina.
Berdasarkan contoh-contoh di atas, perilaku pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berkategori nomina, dari segi semantis dapat dibedakan menjadi nomina yang berupa orang/insan, nomina yang berupa benda dan nomina yang berupa konsep atau pengertian. Penjelasan tentang hal-hal tersebut dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

a)          Pemarkah –nya sebagai Referensi Anteseden Berkategori Nomina Berupa Orang/insan.

Pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berkategori nomina berupa orang/insan dapat dilihat dalam wacana-wacana berikut ini.
(11.a) Tidak ingin buruannya lepas, petugas langsung menghadang dan membekuknya. (Lombok Post, Selasa, 12 Agustus 2014)

(12.a) Melihat gerak-gerik mencurigakan, petugas terus mengawasi pelaku. Tak lama kemudian, pelaku meninggalkan kebun dengan membawa barang yang diduga sabu di tangannya. Polisi pun membuntuti dari belakang. (Lombok Post, Selasa, 12 Agustus 2014).

(13.a)  ..... Bahagianya seorang guru jika melihat anak muridnya berhasil. Jadi buat para rekan-rekan seprofesi, mari kita meningkatkan disiplin dalam hal mengajar ...... (Lombok Post, Minggu, 2 Maret 2014)

(14.a) Kekecewaan Kroasia bertambah saat gol mereka pada menit ke-82 dianulir oleh Nishimura. Ivica Olic dinilai melanggar kiper Brasil, Julio Cesar, sebelum bola bergulir ke luar kotak pinalti, ditendang pemain Kroasia lainnya dan menjadi gol. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

Dari segi semantis, wacana (11.a), (12.a), (13.a), dan (14.a) tersebut ditunjukkan bahwa pemarkah –nya mengacu pada anteseden berkategori nomina berupa orang/insan. Seperti pada wacana (11.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “buruannya” yang mengacu pada anteseden “petugas” yang merupakan nomina bermakna orang/insan, wacana (12.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “tangannya” yang mengacu pada anteseden “pelaku” yang merupakan nomina bermakna orang/insan, wacana (13.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “muridnyayang mengacu pada anteseden “guru” yang merupakan nomina bermakna orang/insan, dan wacana (14.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “lainnya yang mengacu pada anteseden “pemain Kroasia” yang merupakan nomina bermakna orang/insan.

b)         Pemarkah –nya sebagai Referensi Anteseden Berkategori Nomina Berupa Benda

Pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berkategori nomina berupa benda dapat dilihat dalam wacana-wacana berikut ini.
(15.a) Burung besi bermesin baling-baling tunggal tiba-tiba bergetar saat melewati gumpalan awan. Sepuluh penumpang di dalamnya pun berdoa, tampak dari mulut mereka yang komat-kamit. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(16.a) Hanya satu maskapai yang melayani penerbangan ke Simeulue dengan rute Bandara Kualanamu-Bandara Lasikin, Simeulue. Jadwal penerbangannya tiga kali sehari dengan pesawat berkapasitas 12 penumpang. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(17.a) Untuk transportasi laut, jadwal feri dari Pelabuhan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan, ke Pelabuhan Kuta Baru, Simelue, hanya tiga kali seminggu. Harga tiket per orang Rp 75.000. Waktu tempuhnya sekitar delapan jam. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(18.a)  Kapur itu kami manfaatkan untuk menetralkan kelembaban tanah meski umumnya tetangga menggunakannya untuk menimbun jalan.” Cerita dia. (Kompas, Jumat, 13 Juni 2014)

(19.a) Osdar rasanya adalah satu dari segelintir wartawan yang memiliki otoritas kuat untuk memotret kehidupan istana dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Ia bertugas meliput di istana sejak Presiden Soeharto muda hingga era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakhiri periode keduanya. (Kompas, Sabtu, 8 Maret 2014)

Dari segi semantis, wacana (15.a), (16.a), (17.a), (18.a) dan (19.a) tersebut menunjukkan bahwa pemarkah –nya mengacu pada anteseden yang berkategori nomina bermakna benda, seperti pada wacana (15.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “di dalamnya yang mengacu pada anteseden “burung besi/pesawat” yang merupakan nomina bermakna benda, wacana (16.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “penerbangannyayang mengacu pada anteseden “maskapai” yang merupakan nomina bermakna benda, wacana (17.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “tempuhnya yang mengacu pada anteseden “Kapal Feri” yang merupakan nomina bermakna benda, wacana (18.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “menggunakannya yang mengacu pada anteseden “kapur” yang merupakan nomina bermakna benda, dan wacana (19.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “di dalamnya yang mengacu pada anteseden “istana” yang merupakan kata nomina bermakna benda.




c)          Pemarkah –nya sebagai Referensi Anteseden Berkategori Nomina Berupa Konsep atau Pengertian

Pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berkategori nomina berupa konsep atau pengertian dapat dilihat dalam wacana-wacana berikut ini.
(20.a) Di sisi budaya, Simeulue merupakan tempat bertemunya beragam etnis, seperti Melayu, Padang, Aceh, Gayo, dan Jawa. (Kompas, Sabtu, 8 Maret 2014)

(21.a) Aliran dance yang akan dibawakan tim SMANSIX didominasi oleh gerakan hip-hop. Dengan adanya gerakan tarian dangdut, tentu akan membuat mereka menjadi tim yang berbeda. (Lombok Post, Selasa, 12 Agustus 2014).

(22.a)  Setelah tersingkir pada perempat final Piala Dunia 1954 Swiss, Brasil menjuarai dua perhelatan berikutnya, yakni Swedia 1958 dan Cile 1962. Diselingi satu kegagalan di Inggris 1966, Brasil tampil lagi sebagai juara di Meksiko 1970. (Kompas, Jumat, 13 Juni 2014).

Dari segi semantis, wacana (20.a), (21.a), dan (22.a) tersebut menunjukkan bahwa pemarkah –nya mengacu pada unsur yang berkategori nomina berupa konsep atau pengertian, artinya nomina tersebut hanya tergambar dalam konsep pemikiran manusia. Seperti pada wacana (20.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “bertemunya mengacu pada anteseden “beragam etnis” yang merupakan nomina berupa konsep atau pengertian, wacana (21.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “adanya mengacu pada anteseden “gerakan tarian dangdut” yang merupakan nomina berupa konsep atau pengertian, dan wacana (22.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “berikutnyamengacu pada anteseden “perhelatan” yang merupakan nomina berupa konsep atau pengertian.

3.      Pemarkah –nya sebagai Referensi Anteseden Berkategori Verba.
Verba atau kata kerja adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku. Berikut analisis pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berkategori verba.
(23)    Biasakan memotong kuku tangan setiap seminggu sekali dan kuku kaki setiap sebulan sekali. Baiknya dilakukan setelah mandi karena kuku masih dalam keadaan lunak sehingga memudahkan pemotongan. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(24)    Memelihara lebah sejak tahun 1978 awalnya hanya pengisi waktu luang. Beberapa kotak lebah lokal (“apis cerana”) dipiara untuk dimanfaatkan madu dan larvanya bagi keluarga dan para tetangga. Kegiatan itu kemudian berkembang menjadi peternakan lebah yang cukup besar dengan diversifikasi kegiatan yang saling mendukung. (Kompas, Sabtu, 14 juni 2014).

(25)    ....Proses itu memerlukan biaya relatif besar. Ia mencontohkan, untuk satu hektar lahan dibutuhkan 10 rol atau 5.000 meter plastik mulsa dengan harga sekitar Rp. 700.000 per rol. Kini, secara teratur dia menanam 1.000 tanaman melon. Hasilnya buah yang terasa manis dengan bobot 2-3 kg. Sekali panen, dia memperoleh sekitar Rp 80 juta. (Kompas, Jumat, 13 Juni 2014).

(26)    Ada sebuah tradisi unik di Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu tradisi adu kepala yang disebut dengan entubu. Tradisi ini diadakan ketika musim panen tiba. Mengadu kepala manusia dengan manusia pastinya akan terasa sakit, namun tradisi ini sudah dilakukan sejak lama oleh masyarakat NTB dan dirayakan warga ketika musim panen. (Lombok Post, Minggu, 2 Maret 2014)

(27)    Tidak hanya kaum hawa, para lelaki pun harusnya membiasakan diri untuk merawat kukunya demi kebersihan dan kesehatan tetap selalu terjaga. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

Dari contoh wacana (23), (24), (25), (26), dan (27) tersebut ditunjukan bahwa pemarkah –nya sebagai referensi mempunyai anteseden berkategori verba. Hal tersebut terlihat bahwa acuan dari pemarkah –nya dalam wacana-wacana tersebut berkategoi sebagai verba, seperti pada: wacana (23) yaitu pemarkah –nya pada kata “baiknya” mengacu pada anteseden “memotong kuku” yang berkategori verba, wacana (24) yaitu pemarkah –nya pada kata “awalnya” mengacu pada anteseden “memelihara lebah” yang berkategori verba, (25) yaitu pemarkah –nya pada kata “hasilnya mengacu pada anteseden “menanam” yang berkategori verba, wacana (26) yaitu pemarkah –nya pada kata “pastinya mengacu pada anteseden “mengadu” yang berkategori verba, dan wacana (27) yaitu pemarkah –nya pada kata “harusnya mengacu pada anteseden“membiasakan diri” yang berkategori verba.

b.      Pemarkah –nya sebagai Referensi Anteseden Berupa Teks
Pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berupa teks merupakan pemarkah –nya yang acuannya berupa teks yang mendahuluinya. Berikut uraian tentang pemarkah –nya sebagai referensi yang acuannya berkategori teks.
(28)    Komisi Pemilihan Umum Provinsi Maluku meminta agar distribusi logistik pemilihan umum presiden ke 9 kabupaten dan 2 kota di Maluku dilakukan lebih awal. Alasannya adalah wilayah Maluku sedang memasuki musim hujan dengan risiko cuaca buruk, baik angin kencang maupun gelombang tinggi. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014).

Pemarkah –nya pada kata ”alasannyadalam wacana (28) tersebut mengacu pada teks yang mendahuluinya. Teks tersebut yaitu “Komisi Pemilihan Umum Provinsi Maluku meminta agar distribusi logistik pemilihan umum presiden ke 9 kabupaten dan 2 kota di Maluku dilakukan lebih awal.
(29)    Daerah diminta berkoordinasi dan bekerja sama dengan pemerintah dalam pemanfaatan Pulau Bangka. Pertimbangannya, pulau Bangka Belitung tergolong pulau kecil (kurang dari 20.000 hektar) dan daerah belum punya zonasi perairan seperti diamanatkan UU No 27/2007 juncto UU No 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014).

Pemarkah –nya pada kata “pertimbangannya” dalam wacana (29) tersebut mengacu pada teks yang mendahuluinya. Teks tersebut yaitu “Daerah diminta berkoordinasi dan bekerja sama dengan pemerintah dalam pemanfaatan Pulau Bangka.”
(30)    Fasli menjelaskan, sejumlah indikator program KB ditetapkan agar dapat dicapai dalam lima tahun kedepan. Contohnya, jumlah rata-rata anak per perempuan usia subur (TFR) yang dalam satu dasawarsa terakhir stagnan di angka 2,6 diproyeksikan turun menjadi 2,2. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014).

Pemarkah –nya pada kata ”contohnyadalam wacana (30) tersebut mengacu pada teks yang mendahuluinya. Teks tersebut yaitu “Fasli menjelaskan, sejumlah indikator program KB ditetapkan agar dapat dicapai dalam lima tahun kedepan.
(31)    Walaupun konsep menuju kesejahteraan terjadi perdebatan, semua capres tampak tidak menoleransi mafia peradilan yang merusak tatanan hukum. Akibatnya, pemberantasan korupsi masih menjadi pekerjaan besar. (Kompas, Sabtu, 8 Maret 2014)

Pemarkah –nya pada kata ”akibatnyadalam wacana (31) tersebut mengacu pada teks yang mendahuluinya. Teks tersebut yaitu “Walaupun konsep menuju kesejahteraan terjadi perdebatan, semua capres tampak tidak menoleransi mafia peradilan yang merusak tatanan hukum.
(32)    Di negara maju, orang berfikir mustahil menyelesaikan persoalan pemilu dengan ratusan juta pemilih tanpa TI. Namun di negara berkembang, justru setiap penggunaan TI selalu di curigai. Dampaknya, banyak kecurangan yang terjadi di luar kontrol dan terjadi diam-diam. (Kompas, Sabtu, 8 Maret 2014)

Pemarkah –nya pada kata ”dampaknyadalam wacana (32) tersebut mengacu pada teks yang mendahuluinya. Teks tersebut yaitu “Di negara maju, orang berfikir mustahil menyelesaikan persoalan pemilu dengan ratusan juta pemilih tanpa TI. Namun di negara berkembang, justru setiap penggunaan TI selalu di curigai.
(33)    Sylvia menyadari, bukti foto memang bukan bukti yang diakui. Namun, setidaknya, semakin banyak orang yang memegang bukti-bukti itu, akan semakin bagus. (Kompas, Sabtu, 8 Maret 2014)

Pemarkah –nya pada kata ”setidaknyadalam wacana (33) tersebut mengacu pada teks yang mendahuluinya. Teks tersebut yaitu “Sylvia menyadari, bukti foto memang bukan bukti yang diakui. Namun, semakin banyak orang yang memegang bukti-bukti itu, akan semakin bagus.

4.1.2 Pemarkah –nya Berdasarkan Letak Acuannya.
Pemarkah –nya berdasarkan letak acuannya dapat dibedakan atas pemarkah –nya sebagai referensi anteseden endoforis dan pemarkah –nya sebagai referensi anteseden eksoforis. Uraian tentang pemarkah –nya berdasarkan letak acuannya adalah berikut ini.

A.    Pemarkah –nya sebagai Referensi Anteseden  Endoforis
Referensi endoforis adalah referensi yang bersifat tekstual, yaitu referensi (acuan) ada di dalam teks. Referensi endoforis terbagi atas referensi yang bersifat anaforis dan referensi yang bersifat kataforis. Uraian tentang hal tersebut adalah berikut ini.
1.      Pemarkah –nya sebagai Referensi Anteseden Bersifat Anaforis
Referensi anaforis adalah referensi yang merujuk silang pada suatu kata atau anteseden yang disebutkan terdahulu. Uraian pemarkah –nya sebagai referensi yang bersifat anaforis dapat dilihat dalam contoh wacana-wacana berdasarkan kategori berikut ini.
a)      Pemarkah –nya sebagai Referensi Anteseden Berupa Nama Insan Bersifat Anaforis

Pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berupa nama insan yang bersifat anaforis dapat dilihat dalam wacana-wacana berikut.
(1.a) Pada senin (9/6), Bernadinus Jamang dibunuh dengan sebuah anak panah tertancap di dadanya di daerah Kwamki Lama, sekitar pukul 02.20 WIT. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(2.a) Selang 11 jam kemudian, seorang warga bernama Dim Murip tewas akibat dikapak pada bagian kepalanya di Jalan Sosial, Kelurahan Kwamki. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(3.a) Taktik Hodgson adalah menyiapkan para pemainnya untuk berada lebih dekat dengan gelandang Juventus itu. “Sangat penting bagi kami untuk tidak memberi dia waktu dan ruang yang banyak,” papar kapten timnas Inggris, Steven Gerrard, tentang peran Pirlo di tim Italia. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(4.a) Hasan meninggal saat dalam perawatan di rumah sakit. Dia menderita luka parah dan tubuhnya terjepit di bodi bus. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014).

(5.a) Nur Ainah (4), jumat (13/6), tewas diduga dianiaya ayahnya, Tarmizi (31). Insiden itu terjadi di rumahnya di kawasan Tiban, Kota Batam, Kepulauan Riau. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)
Dari wacana (1.a), (2.a), (3.a), (4.a) dan (5.a) tersebut ditunjukkan bahwa pemarkah –nya merujuk silang pada anteseden yang disebutkan terdahulu. Seperti pada wacana (1.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “dadanya” merujuk silang pada anteseden nama “Bernadius Jamang” yang disebutkan sebelumnya, wacana (2.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “kepalanya” yang merujuk silang pada anteseden nama “Dim Murip” yang disebutkan sebelumnya, wacana (3.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “pemainnyayang merujuk silang pada anteseden nama “Hodgson” yang disebutkan sebelumnya, wacana (4.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “tubuhnya yang merujuk silang pada anteseden nama “Hasan” yang disebutkan sebelumnya, dan wacana (5.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “ayahnya yang merujuk silang pada anteseden nama “Nur Ainah” yang disebutkan sebelumnya.

b)     Pemarkah –nya sebagai Referensi Anteseden Nomina Bersifat Anaforis

Pemarkah –nya sebagai referensi anteseden nomina yang bersifat anaforis dapat dilihat dalam wacana-wacana berikut.
(12.b) Melihat gerak-gerik mencurigakan, petugas terus mengawasi pelaku. Tak lama kemudian, pelaku meninggalkan kebun dengan membawa barang yang diduga sabu di tangannya. Polisi pun membuntuti dari belakang. (Lombok Post, Selasa, 12 Agustus 2014).

(14.b) Kekecewaan Kroasia bertambah saat gol mereka pada menit ke-82 dianulir oleh Nishimura. Ivica Olic dinilai melanggar kiper Brasil, Julio Cesar, sebelum bola bergulir ke luar kotak pinalti, ditendang pemain Kroasia lainnya dan menjadi gol. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(15.b) Burung besi bermesin baling-baling tunggal tiba-tiba bergetar saat melewati gumpalan awan. Sepuluh penumpang di dalamnya pun berdoa, tampak dari mulut mereka yang komat-kamit. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(16.b) Hanya satu maskapai yang melayani penerbangan ke Simeulue dengan rute Bandara Kualanamu-Bandara Lasikin, Simeulue. Jadwal penerbangannya tiga kali sehari dengan pesawat berkapasitas 12 penumpang. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(17.b) Untuk transportasi laut, jadwal feri dari Pelabuhan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan, ke Pelabuhan Kuta Baru, Simelue, hanya tiga kali seminggu. Harga tiket per orang Rp 75.000. Waktu tempuhnya sekitar delapan jam. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(18.b) Kapur itu kami manfaatkan untuk menetralkan kelembaban tanah meski umumnya tetangga menggunakannya untuk menimbun jalan.” Cerita dia. (Kompas, Jumat, 13 Juni 2014)

(19.b) Osdar rasanya adalah satu dari segelintir wartawan yang memiliki otoritas kuat untuk memotret kehidupan istana dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Ia bertugas meliput di istana sejak Presiden Soeharto muda hingga era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakhiri periode keduanya. (Kompas, Sabtu, 8 Maret 2014)

(22.b) Setelah tersingkir pada perempat final Piala Dunia 1954 Swiss, Brasil menjuarai dua perhelatan berikutnya, yakni Swedia 1958 dan Cile 1962. Diselingi satu kegagalan di Inggris 1966, Brasil tampil lagi sebagai juara di Meksiko 1970. (Kompas, Jumat, 13 Juni 2014).

Dari wacana (12.b), (14.b), (15.b), (16.b), (17.b), (18.b), (19.b) dan (22.b) tersebut ditunjukkan bahwa pemarkah –nya merujuk silang pada anteseden berkategori nomina yang disebutkan terdahulu. Seperti pada wacana (12.b) yaitu pemarkah –nya pada kata “tangannya” merujuk silang pada anteseden “pelaku” yang disebutkan sebelumnya, wacana (14.b) yaitu pemarkah –nya pada kata “lainnya” merujuk silang pada anteseden “pemain Kroasia” yang disebutkan sebelumnya, wacana (15.b) yaitu pemarkah –nya pada kata “di dalamnyamerujuk silang pada anteseden “burung besi/pesawat” yang disebutkan sebelumnya, wacana (16.b) yaitu pemarkah –nya pada kata “penerbangannya merujuk silang pada anteseden “maskapai” yang disebutkan sebelumnya, wacana (17.b) yaitu pemarkah –nya pada kata “tempuhnya merujuk silang pada anteseden “kapal feri” yang disebutkan sebelumnya, wacana (18.b) yaitu pemarkah –nya pada kata “menggunakannya ang merujuk silang pada anteseden “kapur” yang disebutkan sebelumnya, wacana (19.b) yaitu pemarkah –nya pada kata “di dalamnya merujuk silang pada anteseden “istana” yang disebutkan sebelumnya, dan wacana (22.b) yaitu pemarkah –nya pada kata “berikutnya merujuk silang pada anteseden “perhelatan” yang disebutkan sebelumnya.

c)      Pemarkah –nya sebagai Referensi Anteseden Verba Bersifat Anaforis

Pemarkah –nya sebagai referensi anteseden verba yang bersifat anaforis dapat dilihat dalam wacana-wacana berikut.
(23.a) Biasakan memotong kuku tangan setiap seminggu sekali dan kuku kaki setiap sebulan sekali. baiknya dilakukan setelah mandi karena kuku masih dalam keadaan lunak sehingga memudahkan pemotongan. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

(24.a) Memelihara lebah sejak tahun 1978 awalnya hanya pengisi waktu luang. Beberapa kotak lebah lokal (“apis cerana”) dipiara untuk dimanfaatkan madu dan larvanya bagi keluarga dan para tetangga. Kegiatan itu kemudian berkembang menjadi peternakan lebah yang cukup besar dengan diversifikasi kegiatan yang saling mendukung. (Kompas, Sabtu, 14 juni 2014).
(25.a) ....Proses itu memerlukan biaya relatif besar. Ia mencontohkan, untuk satu hektar lahan dibutuhkan 10 rol atau 5.000 meter plastik mulsa dengan harga sekitar Rp. 700.000 per rol. Kini, secara teratur dia menanam 1.000 tanaman melon. Hasilnya buah yang terasa manis dengan bobot 2-3 kg. Sekali panen, dia memperoleh sekitar Rp 80 juta. (Kompas, Jumat, 13 Juni 2014).

(26.a) Ada sebuah tradisi unik di Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu tradisi adu kepala yang disebut dengan entubu. Tradisi ini diadakan ketika musim panen tiba. Mengadu kepala manusia dengan manusia pastinya akan terasa sakit, namun tradisi ini sudah dilakukan sejak lama oleh masyarakat NTB dan dirayakan warga ketika musim panen. (Lombok Post, Minggu, 2 Maret 2014)

Dari wacana (23.a), (24.a), (25.a), dan (26.a) tersebut ditunjukkan bahwa pemarkah –nya merujuk silang pada anteseden verba yang disebutkan terdahulu. Seperti pada wacana (23.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “baiknya” merujuk silang pada anteseden “memotong kuku” yang disebutkan sebelumnya, wacana (24.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “awalnya” merujuk silang pada anteseden “memelihara” yang disebutkan sebelumnya, wacana (25.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “hasilnya” merujuk silang pada anteseden “menanam” yang disebutkan sebelumnya, dan wacana (26.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “pastinya” merujuk silang pada anteseden “mengadu” yang disebutkan sebelumnya.

2.      Pemarkah –nya sebagai Referensi Anteseden Bersifat Kataforis

Referensi kataforis adalah referensi yang merujuk silang pada suatu kata atau anteseden yang disebutkan kemudian. Uraian pemarkah –nya sebagai referensi anteseden yang bersifat kataforis dapat dilihat dalam contoh wacana-wacana berdasarkan kategori berikut ini.
a)      Pemarkah –nya sebagai Referensi Anteseden Nama Insan Bersifat Kataforis

Pemarkah –nya sebagai referensi anteseden nama insan yang bersifat kataforis dapat dilihat dalam contoh wacana berikut.
(6.a) “...., berbicara dalam logat Jawa yang natural, menembang dengan alami. Untuk itu saya belajar pada ibunya Ossa Aji Santoso (pemeran Dahlan kecil) dan juga latihan sendiri di rumah,”ungkap Kinar yang berperan sebagai ibunya Dahlan. (Kompas, Sabtu, 8 Maret 2014)

(7.a) Untuk membuktikan kemampuannya, Kinar menembang satu bait lagu sesaat seusai peluncuran film “Sepatu Dahlan” di ajang Islamic Book Fair, Jumat (7/3). “..... (Kompas, Sabtu, 8 Maret 2014)

(8.a) “Ibunya caca pengen ke sana (apartemen Caca di Puri Casablanca). Soalnya, anak-anak (adik-adik Caca, Red) juga bilang kan tiap tahun ngerayain bareng. Mereka ngajak ke sana.” Ujar Lia saat menjemput Riyanti di Jalan Lembang, Menteng, Jakarta Pusat. (Lombok Post, Selasa, 12 Agustus 2014).

(9.a) Dalam kesaksiannya Akil juga sempat mengatakan, Atut mengutus Wawan untuk mengurus sengketa Pilkada di MK. (Kompas, Jumat, 13 Juni 2014)

(10.a) Tentang aktivitas sehari-harinya kini, Maribeth tetap menyanyi meski sebatas jika ada kumpul-kumpul dengan komunitasnya. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)
Dari wacana (6.a), (7.a), (8.a), (9.a) dan (10.a) tersebut ditunjukkan bahwa pemarkah –nya merujuk silang pada anteseden nama insan yang disebutkan kemudian. Seperti pada wacana (6.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “ibunya” merujuk silang pada anteseden nama “Ossa Aji Santoso” yang disebutkan kemudian, wacana (7.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “kemampuannya” merujuk silang pada anteseden nama “Kinar” yang disebutkan kemudian, wacana (8.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “ibunyamerujuk silang pada anteseden nama “Caca” yang disebutkan kemudian, wacana (9.a) yaitu pemarkah –nya pada kata “kesaksiannya merujuk silang pada anteseden nama “Akil” yang disebutkan kemudian, dan wacana (10.a) yaitu pemarkah –nya pada kata sehari-harinya merujuk silang pada anteseden nama “Maribeth” yang disebutkan kemudian.

b)     Pemarkah –nya sebagai Referensi Anteseden Nomina Bersifat Kataforis

Pemarkah –nya sebagai referensi anteseden nomina yang bersifat kataforis dapat dilihat dalam wacana-wacana berikut.
(11.b) Tidak ingin buruannya lepas, petugas langsung menghadang dan membekuknya. (Lombok Post, Selasa, 12 Agustus 2014)

(13.b)  ..... Bahagianya seorang guru jika melihat anak muridnya berhasil. Jadi buat para rekan-rekan seprofesi, mari kita meningkatkan disiplin dalam hal mengajar ...... (Lombok Post, Minggu, 2 Maret 2014)

(20.b) Di sisi budaya, Simeulue merupakan tempat bertemunya beragam etnis, seperti Melayu, Padang, Aceh, Gayo, dan Jawa. (Kompas, Sabtu, 8 Maret 2014)

(21.b) Aliran dance yang akan dibawakan tim SMANSIX didominasi oleh gerakan hip-hop. Dengan adanya gerakan tarian dangdut, tentu akan membuat mereka menjadi tim yang berbeda. (Lombok Post, Selasa, 12 Agustus 2014).

Dari wacana (11.b), (13.b), (20.b), dan (21.b) tersebut ditunjukkan bahwa pemarkah –nya merujuk silang pada anteseden berkategori nomina yang disebutkan kemudian. Seperti pada wacana (11.b) yaitu pemarkah –nya pada kata “buruannya” merujuk silang pada anteseden “petugas” yang disebutkan kemudian, wacana (13.b) yaitu pemarkah –nya pada kata “bahagianya” merujuk silang pada anteseden “seorang guru” yang disebutkan kemudian, wacana (20.b) yaitu pemarkah –nya pada kata “bertemunya” merujuk silang pada anteseden “beragam etnis” yang disebutkan kemudian, dan wacana (21.b) yaitu pemarkah –nya pada kata “adanya” merujuk silang pada anteseden “gerakan tarian dangdut” yang disebutkan kemudian.

c)      Pemarkah ­–nya sebagai Referensi Anteseden Verba yang Bersifat Kataforis

Pemarkah –nya sebagai referensi anteseden verba yang bersifat kataforis dapat dilihat dalam wacana-wacana berikut.
(27.a) Tidak hanya kaum hawa, para lelaki pun harusnya membiasakan diri untuk merawat kukunya demi kebersihan dan kesehatan tetap selalu terjaga. (Kompas, Sabtu, 14 Juni 2014)

Dari wacana (27.a) tersebut ditunjukkan bahwa pemarkah –nya pada kata “harusnya” merujuk silang pada anteseden “membiasakan diri” yang berkategori verba dan telah disebutkan kemudian.


B.     Pemarkah –nya sebagai Referensi Anteseden Eksoforis
Referensi eksofora adalah referensi yang bersifat situasional yaitu acuan atau referensi berada di luar teks. Pemarkah ­–nya sebagai referensi eksofora ditentukan oleh peran konteks.
Konteks wacana terdiri atas berbagai unsur seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode, sarana dan pengetahuan pembicara. Jadi, acuan pemarkah ­–nya sebagai referensi eksofora dalam suatu wacana dapat diketahui berdasarkan teks-teks kalimat dalam wacana tersebut yang disebut konteks.
Analisis pemarkah ­–nya sebagai referensi yang acuannya bersifat eksofora dalam wacana bahasa Indonesia dapat dilihat dari wacana-wacana berikut.
(34)    Junaidin mengungkapkan pendapatnya mengenai profesi guru. Menurutnya, propesi guru adalah profersi yang mulia. Tanpa guru, anak-anak bangsa tidak akan terarah. Bahagianya seorang guru jika melihat anak muridnya berhasil. Jadi buat para rekan-rekan seprofesi, mari kita meningkatkan disiplin dalam hal mengajar dan lainnya. Maju terus guru Indonesia,” katanya bersemangat. (Lombok Post, Minggu, 2 Maret 2014)

Pemarkah –nya pada kata “lainnya” dalam wacana (34) tersebut tidak mempunyai acuan di dalam teks karena acuan pemarkah –nya tersebut tidak bisa diketahui secara pasti berdasarkan konteks yang ada. Jadi, pemarkah –nya pada kata “lainnya” dalam wacana (34) tersebut mengacu pada acuan yang berada di luar teks.
(35)    Meski telah dilakukan pengerasan oleh pihak terkait, namun belum ada kepastian kapan pengerjaannya dilanjutkan. Kondisi tersebut membuat warga kesal dan mempertanyakan kejelasan penanganan proyek. (Kompas, Jumat, 13 Juni 2014).
Pemarkah –nya pada kata “pengerjaannya” dalam wacana (35) tersebut tidak mempunyai acuan di dalam teks. Pemarkah –nya tersebut tidak jelas mengacu pada jenis pengerjaan tertentu. Jadi, pemarkah –nya pada kata “pengerjaannya” dalam wacana (35) tersebut mengacu pada acuan yang berada di luar teks.
(36)    Ketika kita melihat orang yang kita cintai tertawa bukan karena kita melainkan orang lain, cinta itu bisa menusuk-nusuk perasaan bahkan dia bisa melukai hati dan menggoresnya secara perlahan sehingga meninggalkan luka, bahkan aku adalah seorang wanita yang menyembunyikan perasaan tanpa mengetahui apakah perasaan itu telah ditunggu olehnya. (Dikutip dari cerpen: First Love Andina Rasty)

Pemarkah –nya pada kata “olehnya” dalam wacana (36) tersebut tidak mempunyai acuan di dalam teks. Acuan pemarkah –nya tersebut tidak jelas mengacu pada siapa, walaupun berdasarkan konteks kalimat sebelumnya, pemarkah –nya tersebut mengacu pada seseorang yang dibicarakan oleh si penulis. Jadi, pemarkah –nya pada kata “olehnya” dalam wacana (36) tersebut mengacu pada acuan yang berada di luar teks.
(37)    Sebenarnya kedatangan seekor kucing yang kemudian ia beri nama Lora itu benar-benar telah membuat hidupnya lebih berwarna. Dulu, ia terbiasa duduk-duduk sendirian di ujung tangga menuju gudang sambil bernyanyi-nyanyi kecil atau hafalan surat-surat pendek yang diwajibkan oleh bu ustadzah tanpa teman seorang pun. (Dikutip dari cerpen: Virus Lora).

Pemarkah –nya pada kata “hidupnya dalam wacana (37) tersebut tidak mempunyai acuan di dalam teks. Acuan pemarkah –nya tersebut tidak jelas mengacu pada siapa, walaupun berdasarkan konteks kalimat yang ada, pemarkah –nya tersebut mengacu pada seseorang yang diceritakan oleh si penulis. Jadi, pemarkah –nya pada kata “hidupnya dalam wacana (37) tersebut mengacu pada acuan yang berada di luar teks.

4.2 Implikasi Pemarkah –nya sebagai Referensi dalam Wacana Bahasa Indonesia dengan Pembelajaran Struktur Kebahasaan Bahasa Indonesia di Sekolah
Implikasi pemarkah –nya sebagai referensi dalam wacana bahasa Indonesia memang tidak secara khusus dicantumkan di dalam kurikulum. Akan tetapi, pengkajian tentang struktur kebahasaan sama halnya dengan pembelajaran struktur teks seperti yang tercantum dalam kurikulum 2013. Satuan bahasa yang mengandung makna, pikiran, dan gagasan lengkap adalah teks. Teks dapat berwujud teks wacana tulis maupun teks wacana lisan.
Teks dapat dibagi dalam berbagai jenis, seperti deskripsi, penceritaan (recount), prosedur, laporan, eksplanasi, eksposisi, diskusi, surat, iklan, catatan harian, negosiasi, pantun, dongeng, anekdot, dan fiksi sejarah. Semua jenis teks itu dapat dikelompokkan ke dalam teks cerita, teks faktual, dan teks tanggapan. Teks faktual dan teks tanggapan merupakan teks nonsastra yang masing-masing dapat dibagi lebih lanjut menjadi teks laporan dan teks prosedural serta teks transaksional dan teks ekspositori. Sementara itu, teks cerita merupakan jenis teks sastra yang dapat diklasifikasikan menjadi teks cerita naratif dan teks cerita nonnaratif.
Sesuai dengan kurikulum 2013, dalam buku siswa kelas VII berisi delapan bab yang terdiri atas jenis teks laporan hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan teks cerita pendek. Jenis-jenis teks itu dapat dibedakan atas dasar tujuan (yang tidak lain adalah fungsi sosial teks), struktur teks (tata organisasi), dan ciri-ciri kebahasaan teks-teks tersebut. Sesuai dengan prinsip tersebut, teks yang berbeda tentu memiliki fungsi berbeda, struktur teks berbeda, dan ciri-ciri kebahasaan yang berbeda. Dengan demikian, pembelajaran bahasa yang berbasis teks merupakan pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk menguasai dan menggunakan jenis-jenis teks tersebut di masyarakat. (Kemendikbud, 2013).
Berdasarkan uraian di atas bisa disimpulkan bahwa penelitian tentang perilaku pemarkah –nya berimplikasi kepada pembelajaran struktur kebahasaan bahasa Indonesia di sekolah. Pembelajaran struktur kebahasaan sama halnya dengan pembelajaran struktur teks seperti yang tercantum di dalam kurikulum 2013 yang mengusung pembelajaran berbasis teks. Pembelajaran teks yang dimaksudkan di sini adalah teks wacana. Kajian wacana dalam bahasa Indonesia selalu berkaitan dengan penggunaan pemarkah tertentu dan pemarkah yang sering muncul adalah pemarkah –nya. Dalam setiap teks wacana selalu berhubungan dengan struktur kebahasaan. Maka dari itu, perilaku pemarkah –nya dalam wacana bahasa Indonesia berimplikasi dengan pembelajaran struktur teks.


BAB V
PENUTUP

5.1  Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan tentang pemarkah –nya sebagai referensi dalam wacana bahasa Indonesia serta implikasinya dengan pembelajaran struktur kebahasaan bahasa Indonesia di Sekolah, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1)      Pemarkah –nya sebagai referensi dalam wacana bahasa Indonesia dapat dilihat dari dua aspek: (1) pemarkah –nya berdasarkan kategori acuannya, yang terdiri dari: pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berupa kata dan pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berupa teks. (2) Pemarkah –nya berdasarkan letak acuannya yang terdiri dari pemarkah –nya sebagai referensi anteseden endoforis dan pemarkah –nya sebagai referensi anteseden eksoforis.
Pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berupa kata yaitu pemarkah –nya yang acuannya berupa kata, seperti kata yang merupakan nama insan, kata yang berkategori nomina, dan kata yang berkategori verba. Sedangkan pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berupa teks merupakan pemarkah –nya yang acuannya berupa teks yang mendahuluinya.
Pemarkah –nya sebagai referensi anteseden endoforis yaitu pemarkah –nya yang acuannya berada di dalam teks. Pemarkah –nya sebagai referensi anteseden endoforis, terdiri dari (1) pemarkah –nya sebagai referensi anteseden bersifat anaforis yang meliputi: pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berupa nama insan yang bersifat anaforis, pemarkah –nya sebagai referensi anteseden nomina bersifat anaforis, dan pemarkah –nya sebagai referensi anteseden verba bersifat anaforis. (2)  pemarkah –nya sebagai referensi anteseden bersifat kataforis yang meliputi: pemarkah –nya sebagai referensi anteseden berupa nama insan yang bersifat kataforis, pemarkah –nya sebagai referensi anteseden nomina bersifat kataforis, dan pemarkah –nya sebagai referensi anteseden verba bersifat kataforis.
Pemarkah –nya sebagai referensi anteseden eksoforis, yaitu pemarkah –nya yang acuannya tidak terdapat di dalam teks. Acuan pemarkah –nya sebagai referensi anteseden eksofora ditentukan oleh peran konteks. Konteks wacana merupakan teks-teks pendamping teks yang ada. Kata-kata diterangkan oleh konteksnya maka interpretasi terhadap tuturan di dalam sebuah teks diterangkan oleh tuturan sebelumnya.
2)      Perilaku pemarkah –nya sebagai referensi dalam wacana bahasa Indonesia, berimplikasi terhadap pembelajaran struktur kebahasaan bahasa Indonesia di sekolah. Pembelajaran struktur kebahasaan di dalam kurikulum 2013 sama halnya dengan pembelajaran struktur teks, yang terdiri dari jenis teks laporan hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan teks cerita pendek. Pembelajaran teks yang dimaksudkan disini adalah teks wacana. Kajian wacana dalam bahasa Indonesia selalu berkaitan dengan penggunaan pemarkah tertentu dan pemarkah yang sering muncul adalah pemarkah –nya. Dalam setiap teks wacana selalu berhubungan dengan struktur kebahasaan. Maka dari itu, perilaku pemarkah –nya dalam wacana bahasa Indonesia berimplikasi kepada pembelajaran struktur teks.

5.2  Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, diharapkan penelitian ini:
1)      dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu kebahasaan dalam pengembangan teori-teori kebahasaan, khususnya bidang wacana.
2)      dapat dijadikan bahan ajar pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran teks.
3)      hasil penelitian tentang perilaku pemarkah –nya dalam wacana bahasa Indonesia ini dapat dilanjutkan pada bidang bahasa yang lain, seperti dalam bahasa daerah.


DAFTAR PUSTAKA


Alwi, Hasan, dkk. 2014. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
____________ 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.
____________ 2008.  Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta : Rineka Cipta.
Djajasudarma, T. Fatimah. 1994. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antar Unsur. Bandung : Eresco.
Fitrianty, Dian. 2012. “Analisis Referensi dalam Rubrik Tajuk Rencana pada Surat Kabara Kompas (Kajian Wacana Bahasa Indonesia) serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP”. Skripsi. Universitas Mataram.
Haryanto, Agung Tri. 2012. Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan. Surakarta: Aksara Sinergi Media.
Kamisa. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Cahaya Agensi.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan. Jakarta.
Lubis, A. Hamid Hasan. 1991. Ananilisis Wacana Pragmatik. Bandung : Angkasa.
Mahsun. 2013. Metode Penelitian Bahasa (Tahapan Strategi , Metode, dan Tekniknya). Jakarta: Rajawali Pers.
Moleong, J. Lexy. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif : Edisi Revisi. Bandung : Rosdakarya.
Mulyono. 2012. Ihwal Kalimat Bahasa Indonesia dan Problematika Penggunaannya. Bandung: Yrama Widya.
Purwo, Bambang Kaswanti. 1984. Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Rani, Abdul dkk. 2004. Analisis Wacana (Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian). Malang: Banyumedia Publishing.
Satori, Djama’an., Aan Komariah. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sudaryanto. 1985. Metode dan Aneka Analisis Bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wijaya, I Dewa Putu., Muhammad Rohmadi. 2011. Analisis Wacana Pragmatik (Kajian Teori dan Analisis). Surakarta : Yuma Pustaka.
Yasin, Sulchan. 1988. Tinjauan Deskriptif Seputar Morfologi. Surabaya : Usaha Nasional.
Jumpri Malino. Teknik Pengajaran Kebahasaan. (daring): http://juprimalino.blogspot.com/2011/12/teknik-pengajaran-kebahasaan-belajar.html. Diakses tanggal 27 Maret 2014.
Luay Zahirul Ginting. First Love Andina Rasty. (daring): http://cerpenmu.com/cerpen-cinta/first-love-andina-rasty.html. diakses tanggal 21 Juli 2014.
Tulisan Terkini. Kata Ganti atau Pronomina. (daring): http://tulisanterkini.com/artikel/bahasa/2382-kata-ganti-atau-pronomina.html. Diakses tanggal 1 November 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar